on
artikel
- Get link
- X
- Other Apps
Rumah
adalah Bahtera dalam Berumah Tangga
Oleh: Azam Whell Cilik
Menikah merupakan sebuah fitrah, kodrat manusia sebagai makhluk yang berkembangbiak. Hal yang menjadi impian bagi laki-laki maupun perempuan yang sudah dewasa adalah ingin segera melepas masa jomblonya dengan lekas menuju pelaminan. Ini adalah sebuah bukti dari kesadaran bahwa manusia hidup di dunia tidak mungkin berlangsung serta bertahan lama kecuali dengan beranak pinak, berkembang biak, melahirkan generasi. Maka, disini lah peran penting pernikahan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan di dunia.
Di sisi lain, menikah adalah bagian dari salahsatu bukti kekuasaan Tuhan yang sudah termaktub dalam firman-Nya, yaitu telah menciptakan manusia berpasang-pasang agar saling mengenal. Ini maksudnya adalah menikah. Rasul juga bersabda, bahwa menikah adalah termasuk kesunnahan. Dari sini, banyak Ulama yang menganjurkan bagi orang yang sudah dewasa, mampu lahir dan batin sebaiknya segera untuk menikah. Dengan tujuan agar terhindar dari zina.
Meski termasuk ibadah yang nikmat, menikah juga termasuk ibadah yang berat. Maksud dari nikmat disini adalah bergelimangnya value yang akan diganjar pahala. Diperlukan kesiapan lahiriah dan batiniah untuk menuju kesana. Persiapan fisik mental, serta finansial harus benar-benar disiapkan. Sebab, untuk menahkodai bahtera rumah tangga setelah pernikahan diperlukan ilmu dan bekal yang cukup untuk menghadapi gelombang permasalahan dalam perjalanan berumah tangga. Bagaimana pun lautan tidak mungkin tenang terus airnya. Akan ada naik turunnya permasalahan dalam berumah tangga. Dan inilah bagian titik beratnya. Maka, sekali lagi, perlu persiapan yang benar-benar matang sebelum melangkah untuk menuju ke pelaminan.
Jika dalam perjalanan membina rumah tangga bagaikan berlayar di lautan yang begitu luas, maka diperlukan bahtera yang begitu kokoh dan nahkoda yang pandai. Bahtera atau kapal disini adalah sebuah rumah. Rumah yang kita huni bersama pasangan kita tentunya. Dan nahkodanya adalah kita yang sebagai pasangan itu sendiri. Jika yang dibuat berlayar adalah bukan kapal sendiri, pasti dan tak mungkin tidak akan ada campur tangan orang lain dalam perjalanan berlayar. Pun keleluasaan belum bisa didapat sepenuhnya. Maka dari itu, untuk menikmati perjalanan berlayar di lautan perlu menggunakan kapal milik sendiri. Keleluasaan dalam manage lajunya bahtera bisa didapatkan.
Dari analogi seperti itu, bisa kita simpulkan, bahwa memiliki rumah sendiri dalam berumah tangga itu penting. Tiap pasangan pasti mengidamkan mempunyai rumah sendiri dalam hidupnya. Ingin hidup mandiri. Namun secara realita, masih banyak pasangan yang hidup seatap dengan orangtua atau mertua setelah menikah. Pun sudah banyak juga pasangan yang telah menyiapkan rumah untuk ditempati kelak setelah menikah. Mereka menyiapkannya sebelum menikah.
Secara substantif, hidup mandiri setelah menikah adalah bagaimana kita bisa manage dan menyelesaikan permasalahan sendiri dalam berumah tangga. Terkadang campur tangan orang lain termasuk orangtua atau mertua kita membuat kita tidak nyaman, bahkan membuat amburadul dengan permasalahan rumah tangga kita. Bisa kita bayangkan, bagaimana jadinya kalau dalam bahtera ada nahkoda selain diri kita sebagai pasangan? Apalagi jika kita ini adalah pengantin baru. Mau pipis ke toilet yang berada di belakang saja kudu tengak-tengok dulu, nunggu kondisi benar-benar sepi. Pun dengan makan bareng dengan pasangan saja masih malu-malu, harus nunggu sepi. Tak perlu denial, betapa serba pakewuh kita sebagai pasangan jika masih hidup seatap dengan orangtua atau mertua.
Memang penting mempunyai rumah sendiri setelah menikah. Kita bisa lebih menikmati langkah laju rumah tangga kita. Juga bisa menjadikan kita lebih arif, bijaksana dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga. Membuat kita sebagai pasangan bisa lebih solid, bersinergi dan menjadikan keharmonisan dalam berumah tangga.
Namun, secara realita masih banyak pasangan yang masih numpang di rumah orangtua atau mertua, bahkan sampai sudah mempunyai anak. Mahalnya harga rumah dan meroketnya harga lahan yang menjadi penghambat keinginan punya rumah sendiri. Seperti harga lahan yang ada di desa penulis ini. Betapa cepatnya meroket harga lahan. Jika dibandingkan dengan harga lahan di perkotaan, mungkin selisih tipis. Penulis sendiri merasa heran, kalau boleh berseloroh, apa mereka mengkonversikan dengan tingginya gedung-gedung yang dibangun berasal dari lahan dan lantas mempengaruhi spesifikasi lahan menjadi rumus Panjang x Lebar x Tinggi (PxLxT) ya?
Memiliki rumah sendiri setelah menikah, entah itu beli rumah atau bangun rumah memang tidak mudah. Apalagi bagi pasangan yang sudah memiliki anak. Sudah tergerus dengan susu, pampers anak dan banyaknya kebutuhan lainnya. Dan juga hambatan lainnya, seperti hasil pendapatan yang tidak begitu banyak, pas-pasan. Maka, dibutuhkan pandai dalam manage finansial dan extraordinary dalam berusaha.
Jika belum mampu berusaha membeli rumah atau membangun rumah, boleh jadi mengontrak rumah adalah solusi. Lebih ekonomis. Dan yang pasti, bisa membuat kita sebagai pasangan merasakan bagaimana indah dan nikmatnya hidup mandiri dalam berumah tangga. Toh, jaman sekarang sudah banyak rumah subsidi dari program pemerintah yang harganya relatif lebih murah. Apakah kita sebagai pasangan akan terus mau bergantung pada orangtua atau mertua kita, khususnya dalam masalah rumah?
Ada pelajaran bagi kita yang mau melangkah ke pelaminan, sudah ngebet berumah tangga, yaitu pentingnya mempunyai rumah sendiri setelah menikah nanti. Mumpung masih dalam proses ta’aruf, persiapkan planning, buat komitmen bersama bahwa mempunyai rumah sendiri adalah sebuah prioritas dalam berumah tangga. Sebab secara esensial, mempunyai rumah sendiri untuk berumah tangga adalah sebuah simbol hidup mandiri. Maka, selain persiapan mental, persiapan finansial juga penting. Bukankah makna dari penikahan itu harus sudah mandiri?