Selamat, Ndut

Selamat, Ndut.


ImHa Ainun Najib , biasa kupanggil “Ndut”. Kami di pertemukan di PonPes Al-Fattah Terboyo . Dan, tentunya itu pas era kuliah di Unissula, kampus bebas asap rokok. Wqwq
Sewaktu jadi santri enggal, sebutan buat anak baru, aku dan Ndut belum begitu kenal. Etapi, dia aja yang sok akrab dan kenal nding. Haha. Sampai tiba waktu masa orientasi santri baru, ada yang menarik perhatian di sana.
Ndut, biasa kupanggil, maju di hadapan santri-santri al Fattah untuk perkenalan. “saya nyantri karena ada cita-cita mendirikan pondok pesantren,” celethuk dia waktu kesempatan menjawab pertanyaan motivasi apa yang membuat masuk pondok al Fattah. Ediyaaan. Kereeen tenan, batinku.
Sampai masa orientasi purna pun, kami berdua belum terlihat tanda-tanda kedekatan. Sedangkan, dalam diribadan ini masih ada rasa penasaran terhadapnya.
Begitu saat jadwal sorogan, ndilalah sekelompok bersamanya. Rasa penasaran masih ada. Di sisi lain, ada rasa minder. Pikirku, anak Kiai besar, dan perlu tabarrukan. Mengingat cita-citanya yang begitu anti-mainstream di kalangan teman-teman barunya semasa itu.
“Kang Imha griyane pundi?” basa-basiku mengawali obrolan kali itu.
“Pasir, Demak, Kang. Nek Sampeyan?”
“Sami Demake. Kula Wedung, Kang,” jawabku. Engga menyangka, ternyata sama-sama berasal dari Demak.
Begitu kenal, tak membutuhkan waktu lama untuk akrab. Bukan kitab atau sharing hal-hal keilmuan yang membuat kami dekat. Tapi, papan catur lah yang mendekatkan kami berdua.
Hampir tiap malam selepas ngaji, garap tugas kuliah, kami bermain catur. Sampai larut malam. Hampir tiap malam. Dan menariknya, menurut pengakuannya, aku adalah orang kedua yang pernah mengalahkannya. Cah kene kok dilawan~~
Selain suka ngajak catur, dia suka ngajak sharing hal-ihwal perkuliahan. Dia lebih dominan nyemangati diribadan ini. Uniknya, engga pernah sama sekali bahas cewe di antara kami berdua.
Di sisi lain, Ndut adalah kawan pesantren yang tipikal zuhud nya sudah tak perlu diragukan. Misal diranking, dia di bawah persis urutannya Upin, Muhammad Nashihuddin Itu terlihat dari merk rokoknya. Sukun putih. Padahal, buat beli marlboro tiap hari saja mampu.
Pernah suatu ketika kutanya, “Ndut, rokokmu kok sukun putih, padahal tanggal num?”
“Nafsu kudu lulut karo aku,” jawabnya singkat, yang membuat diriku takjub 7 hari 8 malam. Selain wani nyekal mata, njirit weteng, dia juga pengendali nafsu. Sekti tenan.
Dan, Ndut hari ini menggelar tasyakuran pernikahannya, yang akadnya sudah di bulan Juli. Hari dimana ia prengas-prenges wajahnya, bahagia. Padahal, berangkat ngaji bareng, catur bareng, cangkrukan ya ngajak bareng. Tapi, giliran nikah, ninggal, engga ngajak bareng. Haha
Selamat, Ndut. Berkah, bojo sering mlumah, iso omah-omah kanthi bungah. Eh yo, mugo-mugo anake mberah. Alfatihah.