FENOMENA SET TOP BOX DAN SETOP ROB

Jumat malam, tetangga dekat rumahku panik. Mereka pencet channel RCTI, SCTV, maupun Indosiar tampilannya sama, tampilan semut atau hanya bewarna biru yang bertuliskan merk TV. Mereka panik dan berkeluh kesah terkait penghentian TV analog.
Padahal pemerintah sudah mensosialisasikan kepada masyarakat terkait transformasi TV analog menjadi TV digital, namun masih banyak orang yang mengetahui. Sebagai informasi, seperti apa yang telah di sampaikan di web KPID Jateng, Migrasi siaran digital tahap II mulai 2 Desember ini diberlakukan untuk wilayah layanan siaran Jateng 1, DI Yogyakarta, Jabar 1 dan Riau 1. Wilayah siaran Jateng 1 terdiri dari Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kota Salatiga.
Seperti tetangga saya, sebut saja Faizin. Ia malam-malam keluar rumah cuma berkeluh kesah setelah menonton sinetron Ikatan Cinta tiba-tiba layar TV nya menampilkan semut. Di sekeliling pun sama, ada banyak Faizin-Faizin yang lain. Di sosial media pun juga.
Keramaian terkait pelaksanaan ASO (Analog Switch Off), penghentian TV analog berlanjut dengan keramaian Set Top Box. Banyak yang berusaha mencari alat tersebut, pasalnya TV yang dimiliki di rumah tidak support. Di laman Facebook dan WhatsApp saya mendadak diramaikan fenomena STB, baik dari penjual maupun pembeli. Tidak sedikit postingan yang berseliweran, "Monggo sedulur yang lagi cari STB, harga bersahabat, Lurr.." atau "Lagi butuh cepat STB biar bisa nonton piala dunia. Para bakul STB, muncul lah.." dan masih banyak lagi.
Huru-hara terkait penghentian TV analog tak terlihat di desa isteri saya. Meski ada, namun tak seramai di desa saya dan sekitarnya. Keluh kesah TV analog dimatikan tertutup dengan keluh kesah motor banyak yang mati dan berkarat.


Di desa isteri saya banyak motor yang mati diakibatkan rob saban hari. Banyak motor warga yang sudah menjadi korban tingginya air rob yang bertamu. Bukan hanya motor saja yang menjadi korban. Banyak rumah-rumah yang disambangi rob tiap hari, tak sedikit kasur dan perabotan rumah lainnya yang menjadi korban, basah terkena air rob.
Di desa tersebut memang terkenal berlangganan terkena rob, sejak tahun 2000 -an. Dan sekarang, masih berlangganan. Kabarnya, di tahun ini tambah parah bertamunya rob tersebut. Yakni di Desa Morodemak, Purworejo, dan Margolinduk Kecamatan Bonang. Terjadi peningkatan tingginya rob yang bergelimang di sepanjang jalanan kampung, bahkan masuk di dalam rumah warga. Kendati demikian, klausul "rob" tidak tertulis dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, yakni terkait macam-macam bencana alam.
Jika rob sudah bertamu dengan tinggi sekitar 25-70 cm, bahkan mencapai 1 meter, aktivitas warga banyak yang terganggu. Misalnya, kegiatan belajar mengajar. Banyak siswa yang kesulitan berangkat ke sekolah. Begitu pun dengan para karyawan yang akan berangkat ke tempat kerjanya. Atau kendala yang lainnya.


Jika fenomena rob tersebut masuk dalam konteks "banjir", masuk dalam klausul Pasal 1 Ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2007, maka implikasinya adalah rob merupakan bencana yang harus ditanggulangi. Sesegera mungkin.
Mungkin hal ihwal rob tersebut seyogianya meniru pelaksanaan ASO (Analog Switch Off), transformasi TV analog ke TV digital. Sebuah dinamika menuju perubahan yang baik sesuai perkembangan zaman. Harus ada kegiatan pencegahan, seperti yang termaktub dalam Pasal 1 Ayat (6) yaitu, "upaya  untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana." Bukan membiarkan desa tenggelam dalam pelukan rob. Mungkin kalau di sana pada mengharapkan Set Top Box, di sini mengharapkan Setop Rob.

Semoga bencana rob nya dapat ditanggulangi dengan baik.