(Cerpen) Klepon be Like: Iri Bilang Bos!

(Cerpen) Klepon be like: Iri Bilang Bos!

Oleh: Azam Whell Cilik


Siang itu matahari sedang memancarkan panas-panasnya yang siap menusuk sampai pori-pori. Kang Jumali, Kang Saseri dan Kang Mukiyi sedang khusyu’ menikmati obrolan di atas lincak warung Mbok Tarmi. Mereka kelihatan serius dalam obrolan layaknya anggota dewan sedang rapat untuk kemajuan rakyat.


Namun, obrolan mereka bertiga mulai memanas. Mereka terlelap dalam lautan perdebatan yang tak ada ujungnya. Debat kusir. Mereka bertiga dipenuhi nafsu, tak jarang terdengar suara dari mulut mereka pisuhan-pisuhan yang fasih. 


“Masak iya selamatan 7 hari meninggalnya orang dikatakan bid’ah, haram?” Protes Kang Jumali sebab pada peringatan 7 hari meninggalnya mertuanya dikecam oleh suatu golongan. Dikatakan bid’ah, sesat, haram.


Mendengar protesnya Kang Jumali, Kang Saseri menimpali dengan nada yang tinggi, layaknya Mahasiswa berapi-api melontarkan agitasinya, “Kakekane, otaknya dipakai apa tidak itu orang? Berani-beraninya melecehkan amalan peninggalan leluhur kita. Padahal mendoakan itu baik.”


“Lahiya, Kang, kalau itu dilarang tidak ada kendurian, selamatan lagi dong. Otomatis tidak ada berkatan lagi dong? Wah, payah. Apa-apa kok dilarang, dipaido. Sampai-sampai hal sepele pun, klepon misalnya. Dianggapnya makanan tidak Islami.” Kang Mukiyi ikut angkat bicara.


Mendengar kebisingan sebab suara mereka bertiga, Kang Madari yang dari tadi sedang makani ayam jagonya merasa terganggu. Merapatlah ia ke tempat mereka bertiga mengobrol.


Kang Mukiyi menjelaskan apa yang diobrolkannya tadi kepada Kang Madari. Mendengar penjelasan, Kang Madari hanya cekikikan. Kang Mukiyi dan Kang Saseri saling berhadapan. Bingung. Sedang Kang Jumali yang dari tadi emosi, kini tambah emosi, “Wooo.. Orang aneh. Kurang waras.” Hardik Kang Jumali.


Kang Madari masih cekikikan, sembari menikmati sebatang kreteknya. Lama ia cekikikan. Mereka bertiga semakin bingung. Menganggap Kang Madari kurang waras. Namun, tiba-tiba Kang Madari terdiam. Mereka bertiga semakin kebingungan, tolah-toleh.


Bibir Kang Madari mulai terlihat mau mengeluarkan suara. Ia dehem. “Gini loh, Kang, amalan-amalan semua itu hasil dakwah walisongo saat menyebarkan Islam di Nusantara ini. Dengan mengakomodasi tradisi Jawa dengan menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Lalu, terjadilah akulturasi. Dengan begitu, Islam dapat diterima di sini dan menyebarluas dan bertahan sampai sekarang. Dan itu semua tidak ada yang bertentangan dengan syariat.”


Kang Jumali dan Kang Mukiyi hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Kang Madari. Sedang Kang Saseri terlihat bingung. Sebab ia minim pengetahuan. Namun, ia memberanikan bertanya ke Kang Madari, “Apa itu dinamakan bid’ah, Kang Mad?”


“Betul. Namun, tidak semua bid’ah itu sesat, masuk neraka. Bid’ah adalah hal yang baru, yang di jamannya Rasulullah itu tidak ada. Kalau semua bid’ah itu sesat, berarti lahirnya dhapuranmu ya termasuk sesat, Kang Sas.” Kang Madari terbahak. Disusul Kang Jumali dan Kang Mukiyi ikut terbahak.


Kang Madari lantas menjelaskan dengan detail. Menurutnya, amalan-amalan seperti itu merupakan salahsatu tradisi yang diwariskan oleh walisongo dulu dalam berdakwah dengan cara akulturasi, memodifikasi tradisi setempat dengan menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Sehingga, mudah diterima oleh masyarakat kala itu, dan sampai sekarang. Dan Islam Indonesia tidak harus sama semua dengan Islam Arab Saudi. Begitupun dengan halnya makanan klepon. Klepon adalah makanan khas Indonesia. Meski ia adalah makanan yang tidak masuk dalam nash al-Quran dan Hadis, apa lantas membuatnya menjadi tidak islami?


Kang Madari menghentikan ocehannya. Ia menikmati secangkir kopi yang baru dipesan. Pun dengan mereka bertiga juga menikmati kopi masing-masing.


“Kalau klepon itu makanan tidak Islami, apa membuatnya ia jadi haram, Kang Mad?” Tukas Kang Jumali.


“Ya gak bisa gitu juga, Kang. Selama makanan itu terbuat dari bahan-bahan yang halal, dibuat dengan cara yang tidak menyimpang Islam, ya halal. Toh, halal dan haramnya makanan jelas, dan tidak di tentukan dari Arab atau bukan.” Jawab Kang Madari.


Kang Madari terlihat santai dalam menjelaskan dan membuat enak didengar bagi audien layaknya Kang Madari berkhutbah di atas mimbar. Menurutnya, tidak masuk akal jika ada yang mengatakan Klepon itu tidak islami, apalagi memboikot hanya sebab tidak berasal dari Arab Saudi seperti Kurma, dan tidak termaktub dalam al-Quran dan Hadis. Itu bukan illatul hukmi bagi eksistensi Klepon. Sama sekali bukan. Ini sudah termasuk sikap tak sopan, su’ul adab sama bakul-bakul klepon.


“Lantas, apa ini merupakan strategi menjatuhkan popularitas klepon di Indonesia ya, Kang? Kan, di Indonesia klepon sudah tidak di ragukan lagi popularitasnya.” Sahut Kang Mukiyi.


“Iya, Mungkin saja. Apa mereka belum tahu kehebatan klepon ya? Posturnya begitu mungil, kenyal dan sekali digigit bakal memuncratkan cairan kenikmatan bagi lidah.” Celoteh Kang Saseri. Kang Madari terkekeh mendengar celotehan Kang Saseri.


“Sebab ada yang mengusik popularitasnya, andai klepon bisa ngomong, mungkin ia akan buat postingan tandingan, Klepon be like: Iri Bilang Bos!” sambung Kang Saseri dan disambut ketawa mereka bertiga.

(Cerita di inspirasi dari tulisan karya Edi AH Iyubenu dalam buku Berislam dengan Akal Sehat)